Unsur TPPU



Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang



a.  “Setiap orang dengan sengaja” : “Setiap orang” adalah orang perseorangan (natural person) atau korporasi (legal person), sedangkan “dengan sengaja” atau “kesengajaan” adalah “menghendaki atau menginsyafi” atau “dengan kesadaran penuh” atau “keyakinan dirinya” terjadinya suatu perbuatan atau tindakan beserta akibat yang ditimbulkannya.
b.  “Menempatkan harta kekayaan” adalah perbuatan memasukkan uang dari luar Penyedia Jasa Keuangan ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, seperti menabung, membuka giro dan mendepositokan uang.
c.   “Mentransfer harta kekayaan” adalah perbuatan pemindahan uang dari Penyedia Jasa Keuangan satu ke Penyedia Jasa Keuangan lain baik di dalam maupun di luar negeri atau dari satu rekening ke rekening lainnya di kantor bank yang sama ataupun bank  yang bebeda.

MO TPPU



MENGENAL MONEY LAUNDERING DAN TAHAP-TAHAP PROSES PENCUCIAN UANG
MENGENAL MONEY LAUNDERING
DAN TAHAP-TAHAP PROSES PENCUCIAN UANG 
  • Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 berbunyi: Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan , atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau diduga (seharusnya “patut diduga”) merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
  • Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram , yaitu uang dimaksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana , dengan cara antara lain dan terutama memasukan uang tersebut kedalam keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang yang halal

AIR ZAM ZAM PALSU


DITRESKRIMSUS POLDA JATENG menggerebek pabrik yang diduga menjadi tempat pemalsuan air zamzam dalam skala besar. Sebuah pabrik di Polaman RT 01 RW 01 Kecamatan Mijen telah memproduksi air itu itu sejak 2011.
Ribuan liter air zamzam diduga palsu yang telah dikemas dan akan diiedarkan digagalkan dalam operasi tersebut, Rabu (15/1). Aparat telah menerima informasi yang mencurigakan terkait operasional pabrik.
Berawal dari informasi adanya sebuah pabrik yang dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar dan cepat pengadaan air zamzam. Setelah diselidiki air zamzam tersebut diduat kuat palsu.
Air zamzam palsu diproses dari air sumur artetis yang telah disaring kemudian dikemas menyerupai air zamzam asli.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, Kombes Djoko Poerbohadijoyo, mengatakan operasi tersebut juga membongkar kedok pabrik yang disamarkan dengan lokasi penggemukan sapi dan kambing.
"Airnya pakai air tanah lalu dikemas menyerupai asli mulai dari botol sampai bungkusnya," katanya, Rabu (15/1).
Merek yang digunakan menggunakan nama-nama dari negara Arab Saudi, asal air tersebut. Sejumlah merek yang dipakai diduga palsu, antara lain zamzam water King Abdullah bin Abdul Aziz dan zamzam project.
"Air ini dikirim ke wilayah Semarang, Jakarta, Surabaya, Solo, dan Yogyakarta," ujarnya.
Petugas mengamankan ribuan liter air zamzam diduga palsu sekitar enam truk. Air tersebut dikemas dalam ukuran gelas, 1 liter, 5 liter, dan 10 liter.
Diamankan juga alat produksi seperti alat penggemar, mesin tempat filter air. Pabrik tersebut diduga milik H. Kini H bersama sejumlah pekerjanya tengah diperiksa di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng Jalan Suku Raya Banyumanik.
Dalam kasus ini belum ditetapkan tersangka. Di waktu yang sama, dari informasi yang diterima, aparat kepolisian juga menggerebek pabrik air zamzam palsu di Pekalongan.
Namun, Kombes Djoko, belum bisa memberikan informasi lebih lanjut.
"Iya ada juga di Pekalongan, tapi belum bisa menjelaskan. Petugas masih berada di lapangan," katanya.

UANG PALSU


PENGEDAR MATA UANG ASING PALSU  DITANGKAP

Dua pengedar uang palsu jenis mata uang asing ditangkap aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng. Dari kedua tersangka, Natan Nail Se­ti­awan (31), warga Jakarta dan Agus Indarjo (53), warga Bo­­gor, petugas mengamankan sejumlah barang bukti. Uang palsu itu berupa 998 lembar pecahan 1 juta dolar AS se­nilai Rp 10 miliar per lembar. Lalu 90 lembar 10 ri­bu do­lar Si­nga­pura dengan nilai Rp 70 juta per lembar serta 100 lem­bar pe­cah­an 100 Ruber Belarus yang nilai rupiahnya masih dihitung. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Mas Guntur Laope, mengatakan kedua tersangka ditangkap pada Jumat 12 Juli lalu di salah satu hotel di kawasan Ka­rang­ayu, Semarang Barat, Sema­rang. “Saat penindakan itu kami menangkap delapan orang, namun enam di anta-ranya tidak terbukti,” ungkapnya saat gelar perkara di kantor Dires­krimsus Banyumanik Sema­rang, Selasa (30/7). Saat digeladah, dua tersangka terbukti telah membawa dan menyimpan uang palsu dengan nilai sekitar belasan triliun rupiah. Adapun uang palsu tersebut sedianya akan diedarkan de-ngan cara menukar kepada orang yang berminat terhadap mata uang asing. “Belum sempat ditukar, tersangka masih mencari orang atau kolektor yang mau menukar uang palsu itu,” ujarnya. Hasil penukaran uang itu, lanjut dia, berdasarkan pengakuan tersangka, akan digunakan sebagai biaya pembangunan proyek di Bali serta keberlangsungan organisasi yang dipimpin Natan Nail Setiawan. “Organiasinya bernama Sri Paduka Maharaja yang bergerak untuk menyatukan raja-raja se-Nusantara,” terangnya. Terkait pengungkapan ja­ringan pengedaran uang palsu mata uang asing, berawal dari informasi tentang adanya ke­lompok pemalsu uang yang masuk ke wilayah Jawa Tengah khususnya Semarang. “Dari situ kami lakukan pelacakan dan menemukan jejak pelaku,” katanya. Setelah dilakukan pengecekan, uang yang dibawa jauh dari tingkat keasliannya. Hal itu dilihat dari kertas, cetakan, bau kertas, tinta yang digunakan serta serat pada uang itu. “Semuanya beda dan terlihat kasar. Selain itu, uang lembaran 1 juta dolar AS sudah tidak beredar,” paparnya. Dari situlah kecurigan petugas semakin jelas hingga mereka menangkap dua tersangka dan menindaklanjuti kasus tersebut. “Kecurigaan lain kenapa dua pelaku yang berasal dari Jakarta jauh-jauh ke Semarang untuk menukar uang. Padahal di Jakarta penukaran uang lebih asing jauh banyak dan jumlahnya cukup besar,” ungkapnya. Kejar Pembuat Kabusdit II Perbankan dan Ekonomi Khusus, AKBP Indra Krismayadi menambahkan, pihaknya masih melakukan pengejaran terhadap tiga orang yang diduga pembuat dan pemilik uang palsu tersebut. “Dari pengakuan kedua tersangka uang itu didapat dari tiga orang yang masih kami kejar,” imbuhnya. Tiga orang itu, diduga se-ngaja menyuruh kedua tersangka untuk mengedarkan uang palsu tersebut ke wilayah Jawa Tengah. “Kami belum tahu berapa imbalan mereka. Yang jelas keduanya terbukti membawa dan hendak mengedarkan,” ujarnya. Informasi yang dihimpun, lanjut dia, tiga orang itu meminta tersangka menukarkan uang dengan alasan mandat dari leluhur organisasi itu. “Uang itu dikatakan sebagai harta warisan dan sudah seharusnya digunakan untuk kepentingan or­ganisasi,” terangnya. Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat Pasal 244 dan 245 tentang pelanggaran telah menyimpan dan membawa uang palsu.

TPPU AKTIF-TPPU PASIF



Hukum Pencucian Uang di Indonesia
Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:

Tindak Pidana Pencucian Uang



Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundry) sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses pencucian.